Perceraian dalam hukum Islam di Indonesia diatur secara spesifik dan memiliki prosedur serta dasar hukum yang jelas. Meskipun menjadi solusi terakhir dalam rumah tangga, Islam mengizinkan perceraian jika upaya mempertahankan ikatan perkawinan telah menemui jalan buntu. Artikel ini akan mengulas dasar hukum, alasan, serta prosedur perceraian menurut hukum Islam di Indonesia, dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di Indonesia, perceraian bagi umat Muslim secara hukum merujuk pada dua peraturan utama:
KHI merupakan pedoman hukum materiil bagi peradilan agama dalam menyelesaikan perkara perkawinan, kewarisan, dan perwakafan.
Menurut UU No. 1 Tahun 1974, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Hal ini ditegaskan dalam:
Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: "Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak."
Lebih lanjut, dalam KHI, perceraian didefinisikan sebagai ikrar talak dari suami atau gugatan perceraian yang diajukan istri yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama.
Perceraian tidak dapat dilakukan sembarangan, melainkan harus didasarkan pada alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum. Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur alasan-alasan yang dapat menjadi dasar perceraian dalam Pasal 116 KHI, yaitu:
Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam: "Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri; f. antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga; g. suami melanggar taklik talak; h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga."
Selain itu, hukum juga membedakan jenis perceraian berdasarkan siapa yang mengajukan:
"Putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian."
Proses perceraian diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI, serta diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Prosedur umum perceraian di Pengadilan Agama meliputi:
Pasca-perceraian, terdapat beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh mantan suami dan istri, antara lain:
"Jangka waktu tunggu bagi janda diceraikan suaminya adalah 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari bagi wanita yang haid dan 90 (sembilan puluh) hari bagi wanita yang tidak haid, atau sampai melahirkan bagi wanita yang dalam keadaan hamil."
"Bekas suami wajib memberikan nafkah mut'ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut nusyuz."
"Dalam hal terjadinya perceraian: a. Anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya; b. Anak yang sudah berusia 12 tahun ke atas diserahkan kepada anak itu sendiri untuk memilih siapa yang mengasuhnya."
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam adalah pilar utama dalam pengaturan perceraian bagi umat Muslim di Indonesia. Proses perceraian harus dilakukan melalui Pengadilan Agama dengan alasan-alasan yang sah, seperti yang tercantum dalam KHI. Pemahaman yang komprehensif mengenai dasar hukum, prosedur, serta hak dan kewajiban pasca-perceraian sangat penting bagi setiap pihak yang terlibat untuk memastikan terpenuhinya keadilan dan perlindungan hukum.
SUMBER: