Sistem hukum di Indonesia terbagi ke dalam berbagai cabang, salah duanya yang paling fundamental adalah hukum perdata dan hukum pidana. Keduanya memiliki fungsi, tujuan, dan karakteristik yang berbeda secara mendasar, namun sering kali menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat awam. Artikel ini akan mengulas perbedaan esensial antara hukum perdata dan hukum pidana, mulai dari definisi, tujuan, hingga aspek proseduralnya, untuk memberikan pemahaman yang komprehensif.
Hukum pidana adalah serangkaian norma dan aturan yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai ancaman pidana bagi siapa saja yang melanggarnya. Tujuan utama hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan umum, menjaga keamanan, ketenteraman, kesejahteraan, dan ketertiban masyarakat. Pelanggaran terhadap hukum pidana berdampak buruk secara langsung pada masyarakat luas.
Menurut W.L.G. Lemaire, sebagaimana dikutip oleh P.A.F. Lamintang, hukum pidana terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus (Hukumonline.com - "Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata").
Moeljatno mendefinisikan hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengatur tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, disertai ancaman pidana bagi pelanggar, serta mengatur kapan dan bagaimana pidana itu dapat dilaksanakan. Pada intinya, hukum pidana ditujukan untuk kepentingan umum dan bersifat sebagai ultimum remedium, yang berarti upaya terakhir penegakan hukum setelah segala upaya lain, seperti perdamaian, telah ditempuh.
"Hukum pidana adalah suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut." (W.L.G. Lemaire dalam P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia)
Sumber utama hukum pidana di Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), baik KUHP lama yang masih berlaku maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU 1/2023) yang akan berlaku efektif pada tahun 2026.
Berbeda dengan hukum pidana, hukum perdata bersifat privat dan menitikberatkan pada pengaturan hubungan antara orang perorangan, dengan fokus pada kepentingan perseorangan. Jika ketentuan dalam hukum perdata dilanggar, dampaknya akan langsung terasa bagi pihak-pihak yang terlibat, dan tidak berakibat secara langsung pada kepentingan umum.
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Djoyodiguno sebagai terjemahan dari burgelijkrecht. Dalam arti luas, hukum perdata meliputi segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan (Hukumonline.com - "Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata").
Subekti, dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata, menyatakan bahwa hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Hukum perdata dapat dibagi menjadi empat bagian utama:
Sumber hukum perdata utama di Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata atau Burgerlijk Wetboek).
Untuk memudahkan pemahaman, berikut adalah intisari perbedaan hukum pidana dan perdata ditinjau dari berbagai aspek, termasuk perbedaan hukum materil dan hukum acaranya:
Aspek | Hukum Pidana | Hukum Perdata |
---|---|---|
Sifat Hukum (Materil) | Publik, melindungi kepentingan umum. | Privat, mengatur hubungan antar perseorangan/kepentingan pribadi. |
Pihak yang Terlibat | Negara (Jaksa) vs. Terdakwa. | Penggugat vs. Tergugat. |
Tujuan | Penegakan hukum, memberikan efek jera, menjaga ketertiban umum. | Pemulihan hak, ganti rugi, penyelesaian sengketa individu. |
Inisiatif Pengajuan Perkara | Jaksa selaku penuntut umum yang mewakili kepentingan umum. | Pihak penggugat yang mewakili kepentingannya sendiri secara perorangan. |
Kebenaran yang Dicari | Kebenaran materiil (apa yang sesungguhnya terjadi). | Kebenaran formal (apa yang terbukti di persidangan). |
Keterikatan Hakim pada Alat Bukti | Hakim tidak semata-mata terikat pada alat bukti yang sah, tetapi juga harus terikat pada keyakinannya sendiri atas kesalahan terdakwa (beyond reasonable doubt). | Hakim hanya semata-mata terikat pada alat bukti yang sah (preponderance of evidence). |
Penghentian Pemeriksaan Perkara | Jaksa tidak berwenang untuk mencabut tuntutannya. | Para pihak yang berperkara bebas menghentikan pemeriksaan perkara sebelum hakim menjatuhkan putusan. |
Keaktifan Hakim | Hakim bersifat aktif (eventual maxim). | Hakim bersifat pasif (verhanlungs maxim). |
Sanksi | Mengenal sanksi yang bersifat sementara (misalnya penahanan) dan sanksi akhir berupa pidana (penjara, denda, dll.). | Tidak mengenal sanksi yang bersifat sementara. Sanksi berupa kewajiban melakukan sesuatu, ganti rugi, atau pembatalan perjanjian. |
Sifat Hukuman | Hukuman diberikan guna membebankan nestapa kepada si pelaku. | Hukuman ditujukan untuk melindungi subjek hukum lain di luar si pelaku. |
(Hukumonline.com - "Perbedaan Hukum Acara Pidana dan Perdata")
Perbedaan sifat publik dan privat ini juga terlihat pada konsep "Perbuatan Melawan Hukum" (PMH). Dalam hukum pidana, PMH (wederrechtelijk) berfokus pada pelanggaran undang-undang, perbuatan di luar kewenangan, dan pelanggaran asas umum hukum, yang melanggar kepentingan umum. Sementara dalam hukum perdata, PMH (onrechtmatige daad) menurut Pasal 1365 KUH Perdata adalah setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, sehingga mewajibkan pelaku untuk mengganti kerugian tersebut, yang mana pelanggarannya hanya menyangkut kepentingan pribadi (Hukumonline.com - "Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana").
Selain hukum materiil yang mengatur substansi perbuatan, terdapat pula hukum acara yang mengatur tata cara penyelesaian perkara di pengadilan.
Hukum acara pidana mengatur tata cara beracara dalam lingkup hukum pidana. Asas-asas penting dalam hukum acara pidana antara lain:
Sumber hukum acara pidana utama adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hukum acara perdata mengatur bagaimana hukum perdata materiil dijamin ketaatannya melalui hakim atau pengadilan. Beberapa asas penting dalam hukum acara perdata adalah:
Sumber hukum acara perdata tersebar dalam berbagai ketentuan, antara lain Herziene Indonesisch Reglement (HIR) untuk wilayah Jawa dan Madura, Rechtsreglement Buitengewesten (RBg) untuk daerah luar Jawa dan Madura, serta Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv).
Perbedaan antara hukum perdata dan hukum pidana sangat mendasar, baik dari segi tujuan, sifat, pihak yang terlibat, sanksi, hingga prosedur penyelesaian perkaranya. Hukum pidana fokus pada perlindungan kepentingan umum dan penegakan ketertiban melalui sanksi yang memaksa, sementara hukum perdata berpusat pada penyelesaian sengketa antar individu dan pemulihan hak-hak pribadi. Memahami perbedaan ini adalah kunci untuk mengenali hak dan kewajiban hukum seseorang serta jalur hukum yang tepat dalam menghadapi suatu permasalahan.
SUMBER: