Dalam konteks hukum perdata, terutama terkait perjanjian atau kontrak, istilah "wanprestasi" dan "somasi" sering kali muncul bersamaan. Wanprestasi merujuk pada cidera janji atau tidak dipenuhinya suatu kewajiban dalam perjanjian, sementara somasi adalah peringatan resmi yang diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi sebelum tindakan hukum lebih lanjut diambil. Memahami kedua konsep ini sangat penting bagi setiap pihak yang terikat dalam suatu perjanjian untuk melindungi hak-haknya.
Wanprestasi adalah kondisi di mana salah satu pihak dalam suatu perjanjian tidak memenuhi kewajiban atau prestasi yang telah disepakati. Konsep prestasi ini dijelaskan dalam Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang membagi prestasi menjadi tiga macam:
Menurut Hukumonline.com, seseorang dikatakan melakukan wanprestasi apabila "telah ditetapkan untuk memenuhi suatu prestasi yang telah disepakati, namun tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai kesepakatan" (Hukumonline.com - "Gugatan Wanprestasi"). Apabila terjadi wanprestasi, pihak yang dirugikan (kreditur) berhak menuntut pemenuhan prestasi tersebut kepada pihak yang melanggar janji (debitur).
Ada beberapa bentuk wanprestasi, antara lain:
Somasi merupakan peringatan atau teguran resmi yang disampaikan oleh kreditur kepada debitur yang telah melakukan wanprestasi. Tujuan utama somasi adalah untuk menyatakan secara resmi bahwa pihak debitur telah lalai dalam memenuhi kewajibannya.
Menurut Hukumonline.com, somasi "bersifat memberikan peringatan. Biasanya dilakukan sampai 3 (tiga) kali terhitung sejak saat jatuh tempo atau saat dimana si pihak yang menerima seharusnya telah melakukan pemenuhan kewajiban berdasarkan perjanjian atau menurut undang-undang" (Hukumonline.com - "Somasi").
Fungsi utama dari suatu somasi adalah untuk menyatakan lalainya pihak yang mempunyai kewajiban. Hal ini penting karena seringkali dalam hukum perdata, seseorang baru dianggap lalai setelah diberikan peringatan resmi.
Somasi umumnya harus dilakukan melalui surat tertulis. Surat somasi ini sebaiknya memuat hal-hal sebagai berikut:
Meskipun somasi merupakan langkah penting, terdapat beberapa kondisi di mana somasi tidak wajib dilakukan sebelum mengajukan gugatan wanprestasi. Kondisi-kondisi tersebut antara lain:
Menurut Hukumonline.com, "Somasi tidak diperlukan apabila tenggang waktu yang diberikan dalam perjanjian antara para-pihak merupakan tenggang waktu yang mutlak" (Hukumonline.com - "Somasi").
Apabila somasi telah dilayangkan dan debitur tetap tidak menunjukkan itikad baik untuk memenuhi kewajibannya, kreditur dapat menempuh jalur hukum melalui gugatan wanprestasi ke pengadilan negeri. Gugatan wanprestasi termasuk dalam gugatan perdata, sehingga tunduk pada ketentuan Hukum Acara Perdata.
Mengenai kewenangan pengadilan untuk mengadili gugatan wanprestasi, pada asasnya, gugatan diajukan kepada pengadilan negeri tempat tinggal tergugat (debitur). Hal ini sesuai dengan Pasal 118 ayat (1) Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR), yang dikenal dengan asas "Actor Sequitur Forum Rei" (Hukumonline.com - "Gugatan Wanprestasi").
Namun, terdapat pengecualian:
Somasi dan wanprestasi adalah dua konsep fundamental dalam hukum perjanjian yang saling berkaitan. Somasi berfungsi sebagai peringatan resmi untuk menyatakan kelalaian suatu pihak dalam memenuhi kewajibannya, sekaligus memberikan kesempatan terakhir untuk memenuhi prestasi sebelum ditempuh jalur hukum. Memahami arti, prosedur, dan kapan somasi diperlukan atau tidak, sangat krusial bagi siapa saja yang terlibat dalam perjanjian untuk menegakkan hak dan kewajiban mereka secara hukum. Jika somasi tidak diindahkan, langkah selanjutnya adalah mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan.
SUMBER: