Panduan Talak Dua dalam Islam: Hukum dan Prosesnya

July 24, 2025
July 24, 2025
Alpha

Panduan Talak Dua dalam Islam: Hukum dan Prosesnya

Dalam ajaran Islam, talak merupakan salah satu sebab putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri. Proses talak ini memiliki tingkatan yang berbeda, yaitu talak satu, talak dua, dan talak tiga, yang masing-masing membawa konsekuensi hukum tersendiri. Artikel ini akan membahas secara spesifik mengenai talak dua, dasar hukumnya dalam Islam dan hukum positif Indonesia, serta prosedur yang harus dilalui.

Dasar Hukum Talak dalam Islam dan Hukum Positif Indonesia

Menurut Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam (KHI), talak didefinisikan sebagai ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Definisi ini menunjukkan bahwa meskipun talak secara syariat adalah ucapan suami, dalam konteks hukum positif Indonesia, pengucapannya harus dilakukan di hadapan Pengadilan Agama (PA) agar sah secara hukum negara.

Hal ini sejalan dengan penjelasan dari Hukumonline.com, bahwa talak yang sah menurut hukum negara adalah talak yang diucapkan oleh suami di hadapan PA. Jika talak diucapkan di luar PA, perceraian tersebut hanya sah menurut hukum agama, namun belum diakui secara hukum positif.

"Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu." (Pasal 129 KHI)

Ketentuan ini menggarisbawahi pentingnya proses formal di pengadilan untuk legalitas talak.

Memahami Talak Satu dan Talak Dua

Dalam ajaran Islam, talak satu dan talak dua digolongkan sebagai talak raj'i atau talak yang masih boleh dirujuk. Ini adalah perbedaan krusial dengan talak tiga yang bersifat talak ba'in kubra (tidak dapat dirujuk kecuali setelah istri menikah dan bercerai dengan laki-laki lain).

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah (2) ayat 229:

"Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik."

Hukumonline.com, merujuk pada Sayuti Thalib dalam buku Hukum Kekeluargaan Indonesia, menjelaskan bahwa talak raj'i adalah talak yang masih boleh dirujuk. Definisi ini juga diperkuat oleh Pasal 118 KHI:

"Talak raj'i adalah talak kesatu atau kedua, di mana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah."

Yang termasuk talak raj'i antara lain:

  • Talak satu atau talak dua yang tidak menggunakan 'iwadh (sejumlah uang pengganti) dan telah terjadi persetubuhan (ba'da al dukhul).
  • Perceraian dalam bentuk talak yang dijatuhkan oleh hakim agama berdasarkan proses ila' (sumpah suami tidak akan mencampuri istrinya).
  • Perceraian dalam bentuk talak yang dijatuhkan oleh hakim agama berdasarkan persamaan pendapat dua hakam karena adanya syiqaq (keretakan yang sangat hebat antara suami dan istri), tanpa 'iwadh.

Dengan demikian, jika seorang suami menjatuhkan talak satu atau talak dua, ia dan mantan istrinya masih memiliki kesempatan untuk rujuk atau bahkan menikah kembali dengan akad baru. Rujuk berarti suami kembali membangun hubungan pernikahan dengan mantan istrinya melalui proses yang sederhana, misalnya dengan mengucapkan "saya kembali kepadamu" di hadapan dua orang saksi laki-laki yang adil. Sementara itu, kawin kembali berarti kedua mantan suami-istri menikah lagi sesuai dengan prosedur dan syarat perkawinan menurut hukum Islam, yaitu ada akad nikah, saksi, dan lain-lainnya.

Masa Iddah dalam Talak Dua

Masa iddah adalah periode tunggu yang wajib dijalani oleh seorang istri setelah putusnya perkawinan. Masa ini sangat penting karena selama iddah berlangsung, suami masih memiliki hak untuk merujuk istrinya (dalam kasus talak raj'i).

Berdasarkan Pasal 153 ayat (2) KHI, waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

  • Perceraian, dalam kondisi perempuan sedang haid: 3 kali suci, minimal 90 hari.
  • Perceraian, dalam kondisi perempuan sedang tidak haid: 90 hari.
  • Perceraian atau suami meninggal, dalam kondisi perempuan sedang hamil: Sampai melahirkan.

Penting untuk dicatat bahwa hak rujuk suami hanya berlaku selama masa iddah. Apabila masa iddah telah berakhir, talak raj'i akan berubah menjadi talak ba'in shughra.

Konsekuensi Hukum Talak Dua

Ketika talak dua dijatuhkan dan masa iddah telah berakhir, maka status talak tersebut menjadi talak ba'in shughra.

Menurut Pasal 119 KHI:

"Talak ba`in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah."

Perbedaan pandangan muncul antara Sayuti Thalib dan KHI mengenai pernikahan kembali setelah talak ba'in shughra. Sayuti berpendapat bahwa pernikahan kembali dapat dilakukan setelah masa iddah berakhir, sedangkan KHI memperbolehkan akad nikah baru dengan bekas suami saat masih dalam masa iddah. Namun, intinya adalah bahwa setelah jatuhnya talak ba'in shughra, pasangan suami-istri tidak dapat lagi rujuk, tetapi mereka memiliki opsi untuk menikah kembali dengan akad nikah yang baru. Ini berbeda dengan talak tiga (talak ba'in kubra) yang memiliki batasan lebih ketat untuk pernikahan kembali.

Kesimpulan

Talak dua dalam Islam merupakan bentuk perceraian yang masih memberikan kesempatan bagi suami istri untuk kembali bersatu, baik melalui rujuk selama masa iddah maupun dengan melakukan akad nikah baru setelah masa iddah berakhir. Proses ini diatur secara jelas dalam Kompilasi Hukum Islam, yang mensyaratkan ikrar talak di hadapan Pengadilan Agama untuk sah secara hukum negara. Memahami hukum dan prosedur talak dua sangat penting bagi pasangan Muslim yang menghadapi masalah rumah tangga untuk memastikan hak-hak dan kewajiban masing-masing terpenuhi sesuai syariat Islam dan hukum positif di Indonesia.


SUMBER:

  • Hukumonline.com - "Apa Bedanya Talak Satu, Dua, dan Tiga". Diakses dari [hukumonline]
  • Peraturan Perundang-undangan: Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
  • Peraturan Perundang-undangan: Al-Qur'an Surah Al-Baqarah (2) ayat 229