Pemalsuan tanda tangan merupakan tindakan serius yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi pihak lain dan diancam dengan sanksi pidana berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Artikel ini akan mengulas dasar hukum, definisi, ancaman pidana, serta konsekuensi dari perbuatan pemalsuan tanda tangan.
Perbuatan memalsukan tanda tangan secara umum dikategorikan sebagai tindakan pemalsuan surat. Acuan utama mengenai tindak pidana ini terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 263 KUHP.
Menurut R. Soesilo dalam bukunya "Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal", perbuatan memalsu tanda tangan masuk ke dalam pengertian memalsu surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP (Hukumonline.com - "Pasal Berapa Pemalsuan Tanda Tangan").
"Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun."
Dengan demikian, inti dari Pasal 263 KUHP adalah tindakan membuat surat palsu atau memalsukan surat yang memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian, baik itu menerbitkan hak, perjanjian, pembebasan utang, maupun sebagai keterangan suatu perbuatan.
Untuk dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, surat yang dipalsukan harus memenuhi kriteria tertentu, yaitu:
Ancaman pidana maksimal bagi pelaku pemalsuan tanda tangan suatu surat adalah enam tahun penjara. Pada akhirnya, hakim di pengadilan memiliki wewenang penuh untuk memutuskan pidana yang akan dijatuhkan terhadap seorang yang terbukti memalsu surat.
Sebagai contoh, pernah terjadi kasus di mana eks staf Mahkamah Konstitusi dihukum setahun pidana penjara karena memalsukan tanda tangan panitera MK pada surat menggunakan komputer, yang didakwa dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (Hukumonline.com - "Pasal Berapa Pemalsuan Tanda Tangan").
Selain ancaman pidana, konsekuensi hukum dari pemalsuan tanda tangan juga dapat melibatkan aspek perdata, terutama jika tindakan tersebut menimbulkan kerugian material bagi korban. Dokumen yang dipalsukan dapat dinyatakan tidak sah atau batal demi hukum.
Dalam proses pembuktian di pengadilan, pemeriksaan forensik tanda tangan seringkali diperlukan. Laboratorium Forensik (Labfor) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki tugas untuk menyelenggarakan identifikasi kepolisian, termasuk pemeriksaan tanda tangan palsu yang masuk dalam bidang dokumen dan uang palsu forensik (Hukumonline.com - "Forensik Pemalsuan Tanda Tangan").
Cepat atau lamanya hasil forensik pemalsuan tanda tangan keluar sangat tergantung pada kelengkapan dokumen pembanding yang diserahkan kepada penyidik kepolisian, serta volume pekerjaan di Labfor itu sendiri. Permintaan pemeriksaan laboratorium forensik untuk ranah pidana, seperti pemalsuan, hanya bisa diminta oleh penegak hukum (penyidik Kepolisian, Kejaksaan, Hakim Polisi Militer TNI, atau PPNS).
Tanda tangan adalah lambang nama yang ditulis tangan sebagai penanda pribadi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tanda tangan merupakan suatu tulisan yang dijadikan seseorang untuk mengesahkan atau mendeklarasikan sesuatu. Secara hukum, tanda tangan merupakan suatu bukti identitas seseorang secara tertulis (Hukumonline.com - "Adakah Masalah Hukum Jika Mengganti Tanda Tangan").
Dalam hukum perdata, khususnya Pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), keabsahan suatu tulisan di bawah tangan dilihat dari adanya pengakuan kebenaran oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau dianggap telah dibenarkan secara hukum.
"Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu."
Oleh karena itu, meskipun seseorang mengganti tanda tangannya dengan yang baru, sepanjang ia mengakui keabsahan tanda tangan lama pada dokumen-dokumen penting sebelumnya, hal tersebut tidak menjadi masalah hukum. Namun, jika tanda tangan tersebut dipungkiri keasliannya, maka hakim dapat memerintahkan pemeriksaan di muka pengadilan untuk menentukan kebenarannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1877 KUH Perdata.
Pemalsuan tanda tangan merupakan tindak pidana serius yang dikategorikan sebagai pemalsuan surat di bawah Pasal 263 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara. Kejahatan ini tidak hanya mengancam pelaku dengan hukuman pidana, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi perdata berupa kerugian bagi pihak korban. Pembuktian pemalsuan melibatkan peran penting dari laboratorium forensik. Penting untuk dipahami bahwa meskipun tanda tangan dapat diganti secara pribadi, keabsahannya pada dokumen lama tetap bergantung pada pengakuan dari pemilik tanda tangan tersebut.
SUMBER: