Kekayaan Intelektual (KI) adalah salah satu aset penting di era modern, mencakup berbagai hasil kreativitas dan inovasi manusia yang memiliki nilai ekonomi. Di Indonesia, istilah yang digunakan untuk merujuk pada konsep ini telah mengalami perkembangan. Artikel ini akan mengulas perbedaan terminologi antara HAKI, HKI, dan KI, serta bagaimana perlindungan terhadap kekayaan intelektual diatur dalam hukum Indonesia.
Dalam perjalanannya, istilah yang digunakan untuk merujuk pada Kekayaan Intelektual di Indonesia mengalami evolusi. Awalnya dikenal dengan sebutan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Namun, seiring waktu, istilah ini mengalami perubahan menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan kemudian lebih lanjut disederhanakan menjadi Kekayaan Intelektual (KI).
Perubahan ini bukan tanpa dasar hukum. Menurut Hukumonline.com, pembaruan istilah dari HAKI menjadi HKI secara resmi dipakai berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan PerUndang-Undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam surat Nomor 24/M/PAN/1/2000. Artikel tersebut menjelaskan:
"Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan PerUndang-Undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor 24/M/PAN/1/2000 istilah “Hak Kekayaan Intelektual” (tanpa “Atas”) dapat disingkat “HKI” atau akronim “HaKI” telah resmi dipakai. Jadi bukan lagi Hak Atas Kekayaan Intelektual (dengan “Atas”)."
Lebih lanjut, perubahan nama Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI), kemudian menjadi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000. Alasan utama peniadaan kata "Atas" adalah untuk menyesuaikan dengan kaidah Bahasa Indonesia yang tidak memerlukan kata depan tersebut untuk istilah.
Perkembangan istilah tidak berhenti sampai di HKI. Jika merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pada Pasal 4 huruf f disebutkan bahwa Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia salah satunya terdiri atas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI). Hal ini menunjukkan bahwa istilah "Kekayaan Intelektual" (KI) adalah nomenklatur terbaru yang digunakan secara resmi oleh pemerintah, menggantikan istilah Ditjen HKI yang sebelumnya ada dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010.
Secara umum, Kekayaan Intelektual (KI) merujuk pada hak-hak yang timbul dari hasil kegiatan intelektual manusia. Hasil kegiatan intelektual ini mencakup berbagai bentuk kreasi pikiran, seperti penemuan, karya sastra dan seni, desain, serta simbol, nama, dan gambar yang digunakan dalam perdagangan. Kekayaan Intelektual memberikan hak eksklusif kepada pencipta atau pemiliknya untuk menggunakan atau mengizinkan pihak lain menggunakan hasil ciptaannya.
Ruang lingkup Kekayaan Intelektual secara garis besar dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu Hak Cipta (Copyright) dan Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights).
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh Hak Cipta meliputi karya sastra, musik, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, program komputer, dan film. Perlindungan Hak Cipta di Indonesia, salah satunya, diatur dalam persetujuan internasional seperti yang disahkan oleh Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hak Cipta Antara Republik Indonesia dan Amerika Serikat.
Hak Kekayaan Industri mencakup:
Perlindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia bertujuan untuk memberikan pengakuan hukum dan insentif kepada para pencipta dan inovator, sekaligus mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah lembaga yang berwenang dalam menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang Kekayaan Intelektual.
Berbagai peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang spesifik untuk Hak Cipta, Paten, Merek, dan lain-lain, serta peraturan pelaksanaannya (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri), menjadi dasar hukum bagi pendaftaran, perlindungan, dan penegakan hak-hak Kekayaan Intelektual. Contohnya, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2021 tentang Konsultan Kekayaan Intelektual menunjukkan adanya profesi khusus yang mendukung proses perlindungan KI.
Istilah Kekayaan Intelektual di Indonesia telah berkembang dari HAKI menjadi HKI, dan kini secara resmi disebut KI. Perubahan ini menunjukkan upaya pemerintah untuk terus menyempurnakan terminologi dan kerangka hukum dalam bidang Kekayaan Intelektual. Memahami perbedaan istilah ini sangat penting untuk akurasi hukum. Perlindungan Kekayaan Intelektual mencakup berbagai jenis hak, mulai dari Hak Cipta hingga berbagai Hak Kekayaan Industri, yang semuanya diatur oleh undang-undang dan peraturan yang spesifik untuk menjamin hak-hak pencipta dan inovator serta mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia.
SUMBER: