Dalam dunia bisnis yang kompetitif, memiliki legalitas usaha yang kuat bukan hanya sekadar kepatuhan terhadap peraturan, melainkan fondasi utama bagi keberlangsungan dan perkembangan bisnis. Legalitas memberikan perlindungan hukum, meningkatkan kredibilitas di mata mitra dan konsumen, serta membuka akses terhadap berbagai fasilitas dan peluang bisnis. Artikel ini akan membahas pentingnya legalitas usaha, dasar hukum yang mendasarinya, serta proses perizinan yang relevan di Indonesia.
Memulai dan menjalankan bisnis yang legal berarti memastikan bahwa semua aspek operasional telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mencakup mulai dari pemilihan bentuk badan usaha, pendaftaran, hingga perolehan izin-izin yang diperlukan. Legalitas usaha memiliki beberapa tujuan krusial:
Kerangka hukum utama yang mengatur perizinan berusaha di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 5/2021).
Berdasarkan Hukumonline.com, UU Cipta Kerja dan PP 5/2021 mengubah konsep perizinan dari sistem lama (OSS 1.1) yang berbasis pemenuhan komitmen menjadi sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) atau perizinan berusaha berbasis risiko (Hukumonline.com - "Haruskah Memperbarui Legalitas Usaha ke OSS RBA?").
Perizinan berusaha berbasis risiko adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya berdasarkan tingkat potensi terjadinya cedera atau kerugian dari suatu bahaya atau kombinasi kemungkinan dan akibat bahaya. (Pasal 1 angka 1, 2, dan 3 PP 5/2021)
Sistem perizinan ini mengklasifikasikan kegiatan usaha berdasarkan tingkat risikonya, yaitu:
NIB untuk kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah yang dilakukan oleh UMK, berlaku juga sebagai: 1. Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian; dan/atau 2. Pernyataan jaminan halal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang jaminan produk halal. (Pasal 12 ayat (2) PP 5/2021)
Setiap jenis usaha memiliki kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang spesifik. KBLI ini digunakan untuk menentukan tingkat risiko usaha dan persyaratan perizinan yang dibutuhkan. Sebagai contoh, untuk usaha platform digital dengan tujuan komersial, seperti laman pencarian dokter, KBLI yang relevan adalah KBLI 63122 tentang portal web dan/atau platform digital dengan tujuan komersial (Hukumonline.com - "Legalitas Pendirian Usaha Jasa Pencarian Dokter Online").
Menurut Lampiran II – Sektor Perdagangan PP 5/2021, KBLI 63122 membedakan persyaratan perizinan berdasarkan skala usahanya:
Khusus bagi bisnis yang mengoperasikan sistem elektronik, seperti platform digital, terdapat kewajiban pendaftaran sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/2019).
Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib melakukan pendaftaran. (Pasal 6 ayat (1) PP 71/2019)
Pendaftaran ini diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika melalui sistem OSS, sebelum sistem elektronik mulai digunakan oleh pengguna (Hukumonline.com - "Legalitas Pendirian Usaha Jasa Pencarian Dokter Online").
Legalitas usaha adalah pilar utama bagi setiap bisnis di Indonesia. Dengan adanya sistem perizinan berbasis risiko melalui OSS RBA, proses perizinan menjadi lebih terstruktur dan disesuaikan dengan karakteristik usaha. Memahami KBLI yang tepat dan memenuhi kewajiban pendaftaran PSE bagi usaha berbasis digital adalah langkah krusial untuk memastikan bisnis beroperasi secara legal, terlindungi, dan memiliki potensi untuk berkembang pesat.
SUMBER: