Konsultasi Hukum Pidana: Memahami Asas Praduga Tak Bersalah Bahasa Latin

July 13, 2025
July 13, 2025
Alpha

Konsultasi Hukum Pidana: Memahami Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)

Asas praduga tak bersalah adalah salah satu pilar fundamental dalam sistem peradilan pidana modern, termasuk di Indonesia. Asas ini menegaskan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di muka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam bahasa Latin, asas ini dikenal dengan istilah presumption of innocence. Pemahaman mendalam tentang asas ini krusial untuk menjamin keadilan dan melindungi hak asasi manusia dalam proses hukum.

Dasar Hukum dan Landasan Yuridis Asas Praduga Tak Bersalah

Penerapan asas praduga tak bersalah di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat, di antaranya termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.

Menurut Hukumonline.com, Penjelasan Umum angka 3 huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa:

"Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap."

Lebih lanjut, Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan prinsip ini dengan berbunyi:

"Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap."

Asas ini juga dijamin dalam hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM):

"Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, jelas bahwa arti dari asas praduga tak bersalah adalah setiap orang wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Makna Filosofis dan Penerapan Asas Praduga Tak Bersalah

Penerapan asas praduga tak bersalah memiliki implikasi mendalam dalam praktik peradilan. M. Yahya Harahap, dalam bukunya Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan, berpendapat bahwa:

"Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat, dia harus dinilai sebagai subjek bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka melainkan perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan atau ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukannyalah pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap." (Hukumonline.com - "Arti Asas Praduga Tak Bersalah")

Hal ini berarti bahwa selama proses hukum berlangsung, terdakwa atau tersangka harus diperlakukan secara manusiawi dan hak-haknya sebagai subjek hukum harus dihormati. Andi Hamzah, seperti dikutip Hukumonline.com, juga berpendapat bahwa asas presumption of innocence tidak dapat diartikan secara letterlijk (apa yang tertulis) saja, melainkan mencakup pemberian hak-hak tersangka sebagai manusia (Hukumonline.com - "Asas Praduga Tak Bersalah Tidak Bisa Diartikan Secara Letterlijk").

Manifestasi asas ini dalam praktik peradilan adalah selama proses peradilan masih berjalan (dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung), dan putusan belum memiliki kekuatan hukum tetap, maka terdakwa belum dapat dikategorikan bersalah sebagai pelaku tindak pidana. Oleh karena itu, selama proses peradilan berjalan, ia harus mendapatkan hak-haknya sebagaimana diatur oleh undang-undang.

Asas Praduga Tak Bersalah dalam Konteks Pemberitaan Pers

Pers sebagai pilar keempat demokrasi juga memiliki kewajiban untuk menghormati asas praduga tak bersalah. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) secara tegas menyatakan:

"Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah."

Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU Pers lebih lanjut menguraikan bahwa:

"Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut."

Selain itu, Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik yang disusun oleh Dewan Pers, mewajibkan wartawan Indonesia untuk:

"selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah." (Hukumonline.com - "Pemberitaan Pers dan Asas Praduga Tak Bersalah")

Pelanggaran terhadap asas praduga tak bersalah oleh perusahaan pers dapat diancam pidana denda hingga Rp500 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU Pers.

Perbedaan Asas Praduga Tak Bersalah dengan Asas Culpabilitas

Penting untuk membedakan asas praduga tak bersalah dengan asas culpabilitas. Menurut Hukumonline.com, culpabilitas adalah sebutan lain untuk asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straaf zonder schuld). Asas culpabilitas mendasarkan pada terbuktinya kesalahan (schuld) baik karena kesengajaan (opzet) maupun karena kealpaan (culpa) dari pelaku. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan:

"Tiada seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya." (Hukumonline.com - "Hubungan Asas Culpabilitas dengan Asas Praduga Tak Bersalah")

Jadi, asas culpabilitas berkaitan dengan pembuktian kesalahan pelaku tindak pidana, sementara asas praduga tak bersalah berfokus pada status seseorang yang belum terbukti bersalah hingga adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Keduanya saling melengkapi untuk memastikan proses peradilan yang adil.

Kesimpulan

Asas praduga tak bersalah, atau presumption of innocence, adalah prinsip fundamental dalam hukum pidana yang melindungi hak-hak individu. Asas ini mengamanatkan bahwa setiap orang harus dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya dibuktikan secara sah melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Landasan hukumnya tersebar dalam KUHAP, UU Kekuasaan Kehakiman, dan UU HAM. Pemahaman dan implementasi asas ini tidak hanya terbatas pada lembaga peradilan, tetapi juga melibatkan peran pers dalam pemberitaan, demi menjaga martabat dan hak asasi manusia setiap individu.


SUMBER:

  • Hukumonline.com - "Arti Asas Praduga Tak Bersalah". Diakses dari [at hukumonline]
  • Hukumonline.com - "Asas Praduga Tak Bersalah Tidak Bisa Diartikan Secara Letterlijk". Diakses dari [at hukumonline]
  • Hukumonline.com - "Pemberitaan Pers dan Asas Praduga Tak Bersalah". Diakses dari [at hukumonline]
  • Hukumonline.com - "Hubungan Asas Culpabilitas dengan Asas Praduga Tak Bersalah". Diakses dari [at hukumonline]
  • Peraturan Perundang-undangan: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
  • Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
  • Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  • Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
  • Peraturan Perundang-undangan: Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers