Tindak pidana penganiayaan merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap tubuh yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penganiayaan memiliki berbagai tingkatan, mulai dari penganiayaan ringan hingga penganiayaan yang mengakibatkan luka berat atau bahkan kematian. Artikel ini akan mengulas definisi penganiayaan, khususnya penganiayaan ringan, dasar hukumnya, serta konsekuensi hukum yang melekat padanya.
Tindak pidana penganiayaan secara umum diatur dalam Pasal 351 hingga Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, penting untuk diketahui bahwa saat ini telah diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU 1/2023) yang akan berlaku 3 tahun sejak diundangkan, yaitu pada tahun 2026. Dalam UU 1/2023, ketentuan mengenai penganiayaan diatur dalam Pasal 466 dan seterusnya.
Menurut R. Soesilo, penganiayaan diartikan sebagai tindakan sengaja yang menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Termasuk dalam pengertian penganiayaan adalah sengaja merusak kesehatan orang.
"Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta." (Pasal 351 ayat (1) KUHP, Hukumonline.com - "Jerat Pasal Penganiayaan Ringan yang Mengakibatkan Luka")
Sementara itu, dalam Pasal 466 ayat (1) UU 1/2023 disebutkan:
"Setiap Orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp 50 juta." (Pasal 466 ayat (1) UU 1/2023, Hukumonline.com - "Jerat Pasal Penganiayaan Ringan yang Mengakibatkan Luka")
Perbedaan mendasar dalam klasifikasi penganiayaan terletak pada akibat yang ditimbulkan. Jika perbuatan penganiayaan mengakibatkan luka berat, ancaman pidananya akan lebih tinggi, begitu pula jika mengakibatkan kematian.
Penganiayaan ringan adalah bentuk penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian. Ketentuan mengenai penganiayaan ringan diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP:
"Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah." (Pasal 352 ayat (1) KUHP, Hukumonline.com - "Penganiayaan Ringan")
Perlu diperhatikan bahwa berdasarkan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (Perma 2/2012), ancaman pidana denda pada Pasal 352 ayat (1) KUHP dilipatgandakan menjadi 1.000 kali, sehingga denda maksimal menjadi Rp4,5 juta.
Dalam UU 1/2023, penganiayaan ringan diatur dalam Pasal 471 ayat (1):
"Selain penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 dan Pasal 470, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan profesi jabatan atau mata pencarian, dipidana karena penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II." (Pasal 471 ayat (1) UU 1/2023, Hukumonline.com - "Jerat Pasal Penganiayaan Ringan yang Mengakibatkan Luka")
Penganiayaan ringan ini dibedakan dari penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP) atau penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP) berdasarkan ketiadaan penyakit atau halangan kerja yang diakibatkan oleh perbuatan tersebut. Contohnya, jika seseorang memukul orang lain dan korban hanya merasakan sakit tetapi tidak sampai jatuh sakit atau terhalang melakukan pekerjaannya sehari-hari, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai penganiayaan ringan.
Mengenai penahanan, terdapat perbedaan antara "penahanan" sebagai bagian dari proses penyidikan, pemeriksaan, dan penuntutan, dengan "penjara" sebagai sanksi pidana. Penahanan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Hukumonline.com, merujuk pada Pasal 21 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
"Perihal bisa tidaknya tersangka penganiayaan ringan ditahan, merujuk pada ketentuan-ketentuan di atas, maka hal ini tidak dapat dijadikan dasar penahanan. Pasalnya, ancaman pidana penganiayaan ringan adalah penjara paling lama 3 bulan, di bawah batas yang ditentukan dalam KUHAP untuk tindak pidana yang dapat dilakukan penahanan, yaitu pidana penjara 5 tahun atau lebih." (Hukumonline.com - "Penganiayaan Ringan")
Selain itu, Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP juga tidak mencantumkan penganiayaan ringan sebagai jenis tindak pidana yang dapat dilakukan penahanan. Namun, jika penganiayaan dilakukan dengan rencana terlebih dahulu (penganiayaan terencana) atau menyebabkan luka berat, maka dapat dilakukan penahanan.
Hukum pidana penganiayaan di Indonesia diatur dalam KUHP (lama dan baru) serta beberapa peraturan pelaksana seperti Perma 2/2012. Penganiayaan ringan memiliki karakteristik khusus yaitu tidak menyebabkan penyakit atau halangan bagi korban untuk menjalankan pekerjaan. Ancaman pidananya relatif lebih ringan dibandingkan penganiayaan biasa atau penganiayaan berat. Penting untuk dipahami bahwa, dalam banyak kasus, pelaku penganiayaan ringan tidak dapat dikenakan penahanan karena ancaman pidana penjaranya di bawah batas minimum yang ditetapkan dalam KUHAP.
SUMBER: