Beda Arbitrase dan Mediasi: Panduan Mediasi dan Arbitrase

July 24, 2025
July 24, 2025
Alpha

Memahami Arbitrase dan Mediasi: Panduan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Dalam dunia hukum, perselisihan atau sengketa dapat diselesaikan melalui berbagai jalur, tidak hanya melalui pengadilan. Dua metode alternatif penyelesaian sengketa yang populer dan seringkali menjadi pilihan adalah mediasi dan arbitrase. Kedua metode ini menawarkan fleksibilitas dan potensi efisiensi dibandingkan dengan litigasi tradisional, namun memiliki perbedaan fundamental dalam proses, peran pihak ketiga, dan sifat putusan akhirnya. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif perbedaan antara mediasi dan arbitrase, serta panduan singkat mengenai masing-masing metode.

Mediasi: Mencari Kesepakatan dengan Bantuan Pihak Ketiga

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh seorang mediator. Mediator bertindak sebagai pihak netral yang memfasilitasi komunikasi dan membantu para pihak mencapai kesepakatan, tanpa memiliki kewenangan untuk memutus atau memaksakan suatu penyelesaian.

Peran dan Kualifikasi Mediator

Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Perma 1/2016), mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.

Tugas mediator, sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 Perma 1/2016, meliputi:

  • memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri;
  • menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak;
  • menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan;
  • membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak;
  • menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);
  • menyusun jadwal mediasi bersama para pihak;
  • mengisi formulir jadwal mediasi;
  • memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian;
  • menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala prioritas;
  • memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:
    • menelusuri dan menggali kepentingan para pihak;
    • mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak; dan
    • bekerja sama mencapai penyelesaian;
  • membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian;
  • menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara;
  • menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara;
  • tugas lain dalam menjalankan fungsinya.

Hasil Mediasi

Apabila mediasi berhasil mencapai kesepakatan, maka kesepakatan tersebut akan dituangkan dalam Akta Perdamaian yang dikuatkan oleh hakim pemeriksa perkara. Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, para pihak dapat melanjutkan sengketa ke jalur litigasi di pengadilan.

Arbitrase: Penyelesaian Sengketa dengan Putusan Mengikat

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dalam arbitrase, pihak ketiga yang disebut arbiter atau majelis arbitrase memiliki kewenangan untuk memutus sengketa dan putusannya bersifat final dan mengikat para pihak.

Peran dan Kualifikasi Arbiter

Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU 30/1999), arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.

Syarat menjadi arbiter meliputi:

  • cakap melakukan tindakan hukum;
  • berumur paling rendah 35 tahun;
  • tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
  • tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan
  • memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun. (Hukumonline.com - "Apa itu Arbiter dan Biaya Arbitrase")

Arbiter, tidak seperti mediator, memiliki keahlian khusus di bidang sengketa yang ditangani (misalnya perbankan, konstruksi), dan putusannya didasarkan pada peraturan perundang-undangan, perjanjian, kebiasaan, keadilan, dan kepentingan umum.

Sifat Putusan Arbitrase

Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU 2/2004 (Hukumonline.com - "Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitrase dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial"). Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial.

Perbedaan Utama Mediasi dan Arbitrase

Berikut adalah tabel perbandingan utama antara mediasi dan arbitrase:

PembedaMediasiArbitrase
Definisi & TujuanProses perundingan untuk mencapai kesepakatan damai dengan bantuan mediator (fasilitator). Tujuannya adalah kesepakatan yang dicapai oleh para pihak sendiri.Penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase, di mana arbiter/majelis arbiter memberikan putusan yang mengikat. Tujuannya adalah putusan final dan mengikat.
Peran Pihak KetigaMediator bersifat netral, tidak memihak, dan hanya memfasilitasi komunikasi serta membantu para pihak menemukan solusi. Mediator tidak memutus atau memaksakan penyelesaian.Arbiter atau majelis arbiter adalah pihak netral yang memiliki kewenangan untuk memeriksa sengketa dan memutus sengketa tersebut. Putusannya bersifat final dan mengikat.
Sifat Putusan/HasilJika berhasil, hasilnya adalah kesepakatan perdamaian yang dibuat oleh para pihak. Kesepakatan ini dapat dikuatkan menjadi akta perdamaian oleh pengadilan agar memiliki kekuatan hukum mengikat.Hasilnya adalah putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat sejak tanggal diucapkan. Putusan arbitrase memiliki kekuatan eksekutorial layaknya putusan pengadilan setelah didaftarkan.
Kekuatan Hukum HasilKesepakatan mediasi mengikat para pihak setelah disepakati dan/atau dikuatkan oleh pengadilan. Jika tidak tercapai kesepakatan, para pihak dapat melanjutkan ke pengadilan.Putusan arbitrase tidak dapat diajukan banding ke pengadilan. Sengketa yang telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan kembali ke pengadilan.
Jenis Sengketa (umum)Sangat luas, mencakup hampir semua sengketa perdata, termasuk sengketa bisnis, keluarga, perburuhan (perselisihan hak, kepentingan, PHK, antar serikat pekerja).Umumnya digunakan untuk sengketa bisnis, kontrak, investasi, atau sengketa yang telah disepakati sebelumnya dalam perjanjian arbitrase. Dalam hubungan industrial, hanya untuk perselisihan kepentingan dan antar serikat pekerja.
ProsesLebih fleksibel, informal, berorientasi pada kepentingan, dan fokus pada pencarian solusi kreatif yang disepakati bersama. Mediator dapat melakukan kaukus (pertemuan terpisah dengan salah satu pihak).Lebih formal dan terstruktur dibandingkan mediasi, meskipun tidak seformal litigasi. Ada tahapan pemeriksaan, pembuktian, dan argumen yang mirip dengan persidangan, diakhiri dengan putusan.
Dasar Penunjukan Pihak KetigaPenunjukan mediator didasarkan pada kesepakatan para pihak. Dalam mediasi pengadilan, hakim dapat bertindak sebagai mediator atau menunjuk mediator bersertifikat.Penunjukan arbiter didasarkan pada kesepakatan tertulis para pihak melalui perjanjian arbitrase.

(Sumber: Diadaptasi dari Hukumonline.com - "Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitrase dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial" dan Hukumonline.com - "Perbedaan Mediator, Arbiter, dan Konsiliator")

Kesimpulan

Baik mediasi maupun arbitrase merupakan mekanisme penting dalam penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia. Mediasi menawarkan pendekatan yang lebih kolaboratif dan non-konfrontatif, dengan tujuan mencapai kesepakatan damai yang dibuat oleh para pihak itu sendiri, difasilitasi oleh mediator yang netral. Sebaliknya, arbitrase menyediakan proses yang lebih adjudikatif, di mana arbiter atau majelis arbitrase membuat putusan yang final dan mengikat, memberikan kepastian hukum yang lebih besar daripada mediasi jika kesepakatan tidak tercapai. Pilihan antara mediasi dan arbitrase sangat bergantung pada sifat sengketa, keinginan para pihak untuk mempertahankan hubungan, serta preferensi terhadap tingkat formalitas dan kekuatan mengikat dari hasilnya.


SUMBER:

  • Hukumonline.com - "Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitrase dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial". Diakses dari [hukumonline]
  • Hukumonline.com - "Apa itu Arbiter dan Biaya Arbitrase". Diakses dari [hukumonline]
  • Hukumonline.com - "Perbedaan Mediator, Arbiter, dan Konsiliator". Diakses dari [hukumonline]
  • Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
  • Peraturan Perundang-undangan: Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
  • Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial