Somasi merupakan salah satu istilah hukum yang sering didengar dalam sengketa perdata, khususnya terkait dengan tidak terlaksananya suatu perjanjian. Secara sederhana, somasi adalah peringatan atau teguran resmi dari satu pihak kepada pihak lain karena adanya dugaan wanprestasi atau kelalaian dalam memenuhi suatu kewajiban. Artikel ini akan mengulas secara lengkap mengenai pengertian somasi, fungsi, dasar hukum, pihak yang berhak melakukan somasi, hingga panduan cara membuat somasi yang baik.
Istilah somasi berasal dari kata sommatie dalam bahasa Belanda yang berarti teguran. Selain itu, somasi juga memiliki pengertian yang mirip dengan aanmaning (pemberitahuan) dan kenningsgeving (peringatan). Dengan demikian, memberikan atau menyampaikan somasi berarti memberitahukan, menegur, dan mengingatkan suatu pihak.
"Somasi bersifat memberikan peringatan. Biasanya dilakukan sampai 3 (tiga) kali terhitung sejak saat jatuh tempo atau saat dimana si pihak yang menerima seharusnya telah melakukan pemenuhan kewajiban berdasarkan perjanjian atau menurut undang-undang." (Hukumonline.com - "Somasi")
Fungsi utama dari somasi adalah untuk menyatakan bahwa pihak yang memiliki kewajiban (debitur) telah lalai. Ini adalah langkah awal yang penting sebelum membawa sengketa ke ranah pengadilan. Somasi juga berfungsi sebagai kesempatan bagi pihak yang ditegur untuk mencari solusi dan menghentikan perbuatan yang dituntut oleh pihak penggugat, sehingga sengketa dapat diselesaikan di luar pengadilan.
"Somasi itu sendiri berfungsi sebagai salah satu untuk dapat menyelesaikan suatu sengketa sebelum perkara tersebut nantinya resmi akan diajukan ke pihak pengadilan. Hal ini juga sebagai pemberian kesempatan untuk pihak calon yang tergugat supaya bisa mendapatkan sebuah solusi dan bisa menghentikan perbuatan yang sedang dituntutkan oleh para pihak penggugat." (Justika.com - "Hal – Hal Yang Harus Diketahui Berkaitan Dengan Somasi")
Somasi tidak selalu diperlukan jika tenggang waktu yang diberikan dalam perjanjian bersifat mutlak, atau jika sifat perikatan itu sendiri sudah menegaskan bahwa debitur lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Dasar hukum somasi di Indonesia dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), khususnya pada Pasal 1238 KUH Perdata.
"Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah atau akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan." (Pasal 1238 KUH Perdata, sebagaimana dikutip dalam Hukumonline.com - "Bolehkah Karyawan Perusahaan Bertindak Melakukan Somasi?")
Berdasarkan pasal tersebut, ada dua tolok ukur untuk menentukan kapan debitur dinyatakan lalai:
Pihak yang berhak melakukan somasi pada dasarnya adalah kreditur (pihak yang memiliki hak atau piutang). Namun, hak ini dapat juga didelegasikan kepada pihak lain.
"Siapakah yang berhak pihak yang berhak melakukan somasi adalah kreditur. Dengan demikian, pada dasarnya hak untuk melakukan atau menyampaikan somasi bukan merupakan hak yang diberikan kepada advokat melainkan hak kreditur ketika debitur lalai memenuhi kewajibannya." (Hukumonline.com - "Bolehkah Karyawan Perusahaan Bertindak Melakukan Somasi?")
Meskipun demikian, hak untuk menyampaikan somasi juga dapat dilakukan oleh advokat yang menerima kuasa dari kreditur, sesuai dengan ketentuan Pasal 1795 KUH Perdata jo. Pasal 123 HIR mengenai pemberian kuasa. Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, termasuk menjalankan kuasa dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Selain itu, badan hukum (seperti Perseroan Terbatas atau PT) selaku subjek hukum juga memiliki kapasitas untuk melakukan somasi. Dalam hal ini, perusahaan berbadan hukum diwakili oleh organ perusahaannya, seperti direksi. Pengurus perusahaan berbadan hukum memiliki keabsahan untuk melakukan tindakan hukum tanpa memerlukan surat kuasa.
Menariknya, seorang karyawan perusahaan juga dapat melakukan somasi, asalkan karyawan tersebut telah diberikan surat kuasa tertulis oleh direksi untuk melakukan perbuatan hukum tertentu. Hal ini diatur dalam Pasal 103 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Menurut Justika.com, ada beberapa bentuk pernyataan somasi yang umum ditemukan:
Membuat surat somasi harus dilakukan dengan cermat agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal. Berikut adalah prosedur dan poin-poin penting yang harus ada dalam surat somasi:
Menurut Justika.com, prosedur yang tepat dalam membuat surat somasi adalah sebagai berikut:
Beberapa poin penting yang harus dituangkan dengan jelas dalam pembuatan somasi antara lain:
Somasi merupakan instrumen hukum penting dalam penyelesaian sengketa perdata, berfungsi sebagai peringatan resmi sebelum menempuh jalur hukum formal. Dasar hukumnya adalah Pasal 1238 KUH Perdata yang menjelaskan kondisi kelalaian. Somasi dapat dilakukan oleh kreditur, advokat dengan kuasa, atau badan hukum melalui organ/karyawan yang diberi kuasa. Pembuatan somasi harus cermat, dengan menyertakan identitas jelas, pokok permasalahan, batas waktu, konsekuensi hukum, dan kesempatan negosiasi, agar tujuan penyelesaian sengketa dapat tercapai secara efektif dan efisien.
SUMBER: