Perceraian merupakan putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri. Dalam hukum Islam di Indonesia, alasan-alasan perceraian diatur secara spesifik dan harus memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa perceraian tidak terjadi semata-mata atas kehendak salah satu pihak, melainkan berdasarkan alasan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum. Artikel ini akan membahas dasar hukum serta alasan-alasan sah perceraian menurut Hukum Islam di Indonesia.
Perceraian di Indonesia, khususnya bagi umat Islam, diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan utama, yaitu:
Ketiga peraturan ini saling berkaitan dan menjadi landasan hukum bagi proses perceraian di Pengadilan Agama. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975, serta Pasal 116 KHI, secara substantif mengatur alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan cerai.
Berdasarkan Pasal 116 KHI, yang sejalan dengan Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975, perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut:
Salah satu alasan kuat untuk perceraian adalah jika salah satu pihak melakukan zina. Zina didefinisikan sebagai hubungan badan yang diharamkan oleh Allah dan Nabi, serta disepakati oleh para ulama atas keharamannya. Hukumonline.com menyatakan bahwa jika salah satu pasangan berzina, hal ini dapat menjadi salah satu alasan terjadinya perceraian (Hukumonline.com - "Pembuktian Zina sebagai Alasan Perceraian").
"Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satu pihak melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut, dan Hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau penggugat maupun dari termohon atau tergugat, maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah." (Diambil dari artikel Hukumonline.com - "Pembuktian Zina sebagai Alasan Perceraian", merujuk pada Pasal 87 UU Peradilan Agama)
Pembuktian zina dapat dilakukan melalui:
Jika bukti-bukti tersebut sulit diperoleh dan termohon atau tergugat menyangkal, hakim dapat memerintahkan penggugat untuk bersumpah (sumpah lian), yang diatur dalam Pasal 126, Pasal 127, dan Pasal 128 KHI.
Perceraian dapat diajukan apabila salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain, tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain di luar kemampuannya.
Apabila salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain, hal ini dapat menjadi alasan perceraian. Kekejaman atau penganiayaan berat harus dibuktikan secara meyakinkan di persidangan.
Jika salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri, perceraian dapat diajukan. Contoh yang disebutkan oleh Hukumonline.com adalah kelainan seksual (homoseksual) yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya kewajiban suami/istri (Hukumonline.com - "Kelainan Seksual sebagai Alasan Perceraian").
Apabila antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, perceraian dapat menjadi jalan keluar. Hakim akan mempertimbangkan apakah perselisihan tersebut telah mencapai tingkat yang tidak dapat diperbaiki.
Taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan calon suami setelah akad nikah yang dicatat dalam Akta Nikah, berupa janji talak yang digantungkan pada suatu keadaan tertentu. Jika suami melanggar taklik talak tersebut, istri berhak mengajukan permohonan cerai gugat ke Pengadilan Agama.
Apabila salah satu pihak beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidakcocokan dalam rumah tangga dan tidak ada harapan untuk melanjutkan kehidupan perkawinan yang harmonis, hal ini juga dapat menjadi alasan sah perceraian menurut KHI.
Alasan-alasan perceraian dalam Hukum Islam di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, mencakup berbagai kondisi yang secara substansial dapat menggoyahkan keutuhan rumah tangga. Mulai dari perbuatan zina, penelantaran, kekerasan, cacat atau penyakit yang menghalangi kewajiban, hingga perselisihan yang tak berkesudahan, pelanggaran taklik talak, dan peralihan agama. Setiap alasan ini memerlukan pembuktian yang kuat di hadapan Pengadilan Agama untuk dapat dikabulkan. Memahami alasan-alasan ini penting bagi pasangan yang sedang menghadapi krisis rumah tangga untuk mengambil langkah hukum yang tepat.
SUMBER: